Good morning fellas!
It's 0:51 a.m. And, I still wake up for this post. No problem. :)
OK, I want to finish this one. Sebelumnya, sudah ada 3 postingan mengenai hal yang sama namun berbeda pembahasan. Dan inilah yang terakhir dari bab "Manusia dan Kebudayaan". Semoga walaupun terputus-putus, materi tetap bisa dinikmati dan pelajari dengan baik ya! :D
Stay read.
Yap! Inilah akhir dari pembahasan, dan merupakan bahasan utama dari materi ini. Kaitan manusia dan kebudayaan. Apakah hubungan antara manusia dan kebudayaan? Selama ini yang kita tahu, bahwa kebudayaan ya merupakan kebudayaan. Namun secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan bisa diartikan dengan manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek
yang dilaksanakan manusia.
Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya?
Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwi tunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan.
Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh
manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh
kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu
merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu
kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dart sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang
setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai
dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini
tercipta melalui tiga tahap yaitu :
- Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia.
- Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
- Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan
menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja,
1991; hal : xv).
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai
hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita
tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau
kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan
masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
Contoh tentang hubungan antara manusia dengan
kebudayaan :
- Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan. Contoh: Adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak permpuan yang melamar sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
- Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life). Contoh: Perbedaan anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota bersikap lebih terbuka dan berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap percaya pada diri sendiri dan sikap menilai (sense of value).
- Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial. Di masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara berpakaian, etiket, pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu senggang. Masing-masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama, menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
- Kebudayaan khusus atas dasar agama. Adanya berbagai masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
- Kebudayaan berdasarkan profesi. Misalnya: kepribadian seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul. Contoh lain seorang militer mempunyai kepribadian yang sangat erat hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga sudah biasa berpindah tempat tinggal.
DIALEKTIS.
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi
sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul
tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini
dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis. Tesis disini
dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan atau
oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik tesis
dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik itu
tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula,
kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya
kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata
Hegel, proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni
tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi
Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang
tidak terselesaikan.
Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan
pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte.
Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia
itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara sebagai berikut:
”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang
menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian sintesisnya adalah
keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran keduanya itu
dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku
yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk
memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling bertentangan (tesis
versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep
”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep ”menjadi”
(sintesis).
Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga
konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk
bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan.
Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir.
Metode dialektika menjadi sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan
perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis setiap
ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi lawannya (antitesis).
Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih tinggi dan
menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi tesis yang
menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang dinamis ini
sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala. Itulah Yang
Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul
setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam
perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis
terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang
berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan
(aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur bertentangan namun muncul
serentak. Hal ini tidak dapat diterima oleh Verstand yang bekerja berdasakan
skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah
yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat realitas dalam
totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang bertentangan.
Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja Vernunft yang
mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki
tiga aspek yang perlu diperhatikan.
Pertama, sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau triadik. Kedua,
dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah
terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga,
dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep abstrak yang
disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut
atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika Hegel.
Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri.
Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan kontradiksi.
Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan.
Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
Proses dialektis terdapat 3 tahap yaitu :
- Eksternalisasi yaitu proses dimana manusia menekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
- Obyektivitasi yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif.
- Internalisasi yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia.
Jadi sebenarnya, hubungan antara manusia dan kebudayaan sangatlah erat karena dari kata manusia yang artinya cipataan Allah yang berakal budi yang sangatlah istimewa dari ciptaan Allah yang lainnya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah ciptaan manusia yang berasal dari tingkah laku serta lingkungan pada kehidupan manusia itu sendiri sehingga terciptalaj kata kebudayaan yang artinya budaya yang diciptakan oleh akal budi manusia. Oleh sebab itu, budaya dan manusia tidak bisa dipisahkan.
Kenali negerimu, cintai negerimu. Wonderful Indonesia!
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Sumber :
No comments:
Post a Comment