Tuesday, 26 November 2013

Lalu Lintas Indonesia


Orang Indonesia itu terkenal dengan ciri khasnya. Ciri khas yang kadang membuat kita sebagai orang Indonesia kemudian menepuk dahi dan menutup muka sendiri. Malu. Malu pada diri sendiri dan juga negara ini. Namun entah mengapa rasanya kurang pantas kalau tahu kita sendiri pun ternyata orang Indonesia yang juga melakukan hal-hal yang memalukan tersebut. Menyedihkan, bukan?
Salah satu contoh hal memalukan yang paling sering dilakukan adalah tidak menaati peraturaan lalu lintas. Mengapa harus membahas mengenai hal tersebut? Ya, karena saya sendiri pun merupakan seorang yang aktif di jalan sebagai pengendara motor. Dalam sehari untuk melakukan perjalanan berangkat ke kampus membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Belum lagi jikalau harus berurusan dengan panas dan macetnya Kota Depok yang seringkali membuat emosi naik setengah. Bisa jadi perjalanan bertambah lama menjadi satu setengah jam. Cukup membuat keringat bercucuran dan juga membuat otak penat sesaat. Terhitung dalam sehari saya bisa melakukan perjalanan pulang - pergi (kecuali pada saat bermalam di kost), dengan menghabiskan durasi 2 - 3 jam* hanya untuk di jalan. Itulah yang pada akhirnya membuat saya berani berpendapat soal ini. Karena setidaknya sedikit banyak* saya tahu mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi.

Lalu, peraturan lalu lintas seperti apa yang biasanya paling sering dilanggar, yang membuat kondisi jalan yang sudah macet bahkan bisa menjadi bertambah macet?

Hal pertama yang cukup urgent untuk dibahas adalah bagaimana para pengendara menaati lampu lalu lintas. Mari kita melirik* sejenak. Pernah lihat bagaimana aksi pengendara motor yang pada saat lampu merah sedang menyala*, ia yang terlihat tanpa dosa maju ke depan bahkan melewati batas jalan yang seharusnya menjadi lahan untuk berhenti?

Mungkin bagi sebagian orang yang juga pengendara pasti pernah melihat* hal-hal seperti itu, atau bahkan anda merupakan sang pelaku utamanya? Jika iya, mari kita ubah pola pikir kita terlebih dahulu. Yang biasanya terpikirkan adalah ‘saya harus berada di depan, saya harus cepat memacu kendaran saya untuk bisa maju paling duhulu dan tiba dengan cepat’, misalnya.

Menurut saya, apa yang menjadi pola pikir orang banyak seperti itu tidak selalu benar adanya. Menengok* pada pemikiran orang kebanyakan, mungkin prinsip yang berlaku bisa saja benar, namun apakah itu harus sampai membuat kita tidak mematuhi peraturan? Ada lelucon sindirian kecil yang mengatakan bahwa peraturan itu dibuat gunanya memang untuk dilanggar, bukan dipatuhi.  Benarkah demikian?

Ya, hal itu lah yang pada akhirnya menjadi tidak benar. Mengapa? Kita telaah terlebih dahulu. Kadang kala, hal-hal macam itu bukan semakin mempermudah dan mempercepat seseorang untuk tiba di tempat tujuan, tapi yang ada malah semakin memperlambat. Mengapa? Karena tidak patuhnya seseorang pada aturan yang berlaku akan berakibat pada hal yang negatif, seperti semakin memperunyam kondisi jalanan. Itu berarti yang terjadi adalah jalanan semakin macet. Jika anda kurang mengerti dan tidak percaya dengan apa yang disampaikan di sini, anda harus mencobanya sendiri dan kemudian anda akan mengerti.

Hal kedua yang juga penting untuk dibahas yaitu tidak teraturnya penggunaan jalan bagi para pengendara sepeda motor lebih khususnya. Contoh konkret yang terjadi yaitu apabila biasanya jalanan sudah cukup macet dan jalanan menjadi sangat sempit karena banyaknya kendaraan yang ada, pengendara roda dua dengan seenaknya berlenggok dengan santai di jalan hak milik pejalan kaki. Trotoar yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat untuk para pejalan kaki dalam sekejap berubah menjadi tempatnya para pengendara motor yang sudah tidak memiliki tempat di jalanan yang sebenarnya. Hal tersebut semata-mata hanya untuk bisa cepat sampai di barisan terdepan. Lagi-lagi alasan utamanya agar bisa sampai tujuan dengan cepat.

Hal ketiga yaitu seringnya angkutan umum, motor, atau bahkan kadang mobil-mobil tidak berdosa yang mengambil jalur yang bukan semestinya. Biasanya itu terjadi apabila di jalur kanan yang seharusnya dipakai arus balik sedang kosong dan jalur yang semestinya dengan kondisi jalan yang agak padat dan tersendat. Hal itu memicu para pengendara nakal untuk dengan enaknya mengambil jalur milik arus lain. Beruntung apabila jalur tersebut benar-benar kosong dan aman sampai titik di mana kendaraan yang menyerobot bisa masuk kembali ke jalur yang sebenarnya. Namun yang kadang sering terjadi adalah saat-saat di mana dalam kondisi kendaraan yang sedang menyerobot bertemu dengan kendaraan lain dengan arah yang berbeda. Itulah yang akhirnya bisa membuat kemacetan semakin bertambah parah*.

Kemudian hal selanjutnya yang kadang membuat saya cukup naik pitam yaitu apabila sedang berada di jalan raya yang cukup besar, para pengendara baik roda dua maupun roda empat, seperti tidak mempunyai rasa belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menyebrang. Mereka seperti lebih menguatamakan kepentingannya sendiri dibanding keselamatan orang-orang yang menebrang. Memang untuk di Kota Depok sendiri, jembatan penyebrangan hanya terdapat persis di depan Depok Town Square yang menyambung ke Margo City. Jadi untuk di sepanjang jalan Margonda lain, orang-orang yang akan menyebrang mau tidak mau menyebrang langsung di jalan raya besar tersebut. Cukup menguji nyali, namun hal tersebut mau tidak mau memang harus dilakukan sebagai satu-satunya cara.

Sebenarnya masih banyak hal-hal unik namun menyebalkan lain yang terjadi di jalan, namun rasanya kalau dibahas satu per satu dan secara mendetail tidak akan cukup untuk menjelaskan semuanya agar orang-orang mengerti bahwa yang dilakukannya adalah hal-hal yang salah dan juga bisa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Indonesia sekali.

Tulisan ini dibuat bukan untuk men-judge para pengendara. Bukan juga karena saya sok paling benar dan tahu. Bukan juga pula untuk menasihati. Pada kenyatannya, seperti yang telah saya sebutkan tadi, saya pun juga merupakan seorang pengendara. Tulisan ini dipersembahkan semata-mata hanya sebagai bahan renungan diri. Sebagai pengingat diri ini yang kadang kala juga sering khilaf dan hilang akal saat berada di tengah kerasnya jalan. Yang kadang sering kali melupakan apa yang seharusnya dipatuhi. Yang kadang merelakan segala cara agar bisa* cepat tiba di tempat yang dituju, tanpa mempertimbangan keselamatan ataupun peraturan yang berlaku. Ibaratnya jikalau sudah berada di jalan semua adalah milik bersama. Seorang pengendara bebas melakukan aksinya tanpa ada yang berhak melarang. Mau itu benar, ataupun salah. Semua halal dilakukan.

Mungkin apa yang saya katakan di sini terdengar cukup didramatisir. Memang iya. Tapi kenyataannya juga memang seperti itu. Sadarilah, bahwa kita juga merupakan aktor-aktor penting sebagai pemakai jalanan. Jika bisa memilih, mau jadi aktor yang berperan seperti apakah kita? Antagonis kah? Atau protagonis? Semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Ya, kalau saya sih menginginkan untuk menjadi protagonis saja. Saya rasa semua orang pun juga menginginkan peran yang sama, yaitu sebagai yang baik. Atau mungkin berpura-pura baik?

Lalu, siapa yang akan menjadi antagonisnya kalau banyak orang lebih memilih berperan protagonis? Tentu saja saya rasa tidak harus ada yang menjadi antagonis. Ini bukan sinetron bung! Ini jalanan. Ini negara. Ini dunia yang harus kita jadikan nyaman di dalamnya. Yang harus dijadikan aman di dalamnya. Yang tanpa harus ada yang berseteru untuk menjadikannya cukup seru. Ini dunia nyata, bukan film-film bioskop yang ceritanya harus penuh dengan konflik agar bisa meraup banyak penonton.

Ya, terkadang apa yang kita ingin memang tak selamanya semudah itu untuk menjadi nyata. Tapi ini bukan merupakan hal yang juga mustahil terjadi. Dibutuhkan agen-agen perubahan kecil yang tidak perlu langsung untuk skala yang besar namun sedikit banyak dapat membantu.

Akankah engkau bersedia untuk terlibat di dalamnya, wahai pemuda?

(Diana Nur Amalina, 20 tahun, Universitas Gunadarma)

*contoh penggunaan diksi pada karangan di atas.
menyala = denotasi
melirik = konotasi
sedikit banyak = sinonim – antonim
melihat = umum
menengok = khusus
parah = abstrak
2 – 3 jam = konkret
bisa = homonim

No comments:

Post a Comment