Orang Indonesia itu terkenal
dengan ciri khasnya. Ciri khas yang kadang membuat kita sebagai orang Indonesia
kemudian menepuk dahi dan menutup muka sendiri. Malu. Malu pada diri sendiri
dan juga negara ini. Namun entah mengapa rasanya kurang pantas kalau tahu kita
sendiri pun ternyata orang Indonesia yang juga melakukan hal-hal yang memalukan
tersebut. Menyedihkan, bukan?
Salah satu contoh hal memalukan yang
paling sering dilakukan adalah tidak menaati peraturaan lalu lintas. Mengapa
harus membahas mengenai hal tersebut? Ya, karena saya sendiri pun merupakan
seorang yang aktif di jalan sebagai pengendara motor. Dalam sehari untuk
melakukan perjalanan berangkat ke kampus membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Belum
lagi jikalau harus berurusan dengan panas dan macetnya Kota Depok yang
seringkali membuat emosi naik setengah. Bisa jadi perjalanan bertambah lama
menjadi satu setengah jam. Cukup membuat keringat bercucuran dan juga membuat
otak penat sesaat. Terhitung dalam sehari saya bisa melakukan perjalanan pulang
- pergi (kecuali pada saat bermalam di kost), dengan menghabiskan durasi 2 - 3
jam* hanya untuk di jalan. Itulah yang pada akhirnya membuat saya berani
berpendapat soal ini. Karena setidaknya sedikit banyak* saya tahu mengenai
kondisi yang sebenarnya terjadi.
Lalu, peraturan lalu lintas
seperti apa yang biasanya paling sering dilanggar, yang membuat kondisi jalan
yang sudah macet bahkan bisa menjadi bertambah macet?
Hal pertama yang cukup urgent untuk dibahas adalah bagaimana
para pengendara menaati lampu lalu lintas. Mari kita melirik* sejenak. Pernah
lihat bagaimana aksi pengendara motor yang pada saat lampu merah sedang
menyala*, ia yang terlihat tanpa dosa maju ke depan bahkan melewati batas jalan
yang seharusnya menjadi lahan untuk berhenti?
Mungkin bagi sebagian orang yang
juga pengendara pasti pernah melihat* hal-hal seperti itu, atau bahkan anda merupakan
sang pelaku utamanya? Jika iya, mari kita ubah pola pikir kita terlebih dahulu.
Yang biasanya terpikirkan adalah ‘saya harus berada di depan, saya harus cepat
memacu kendaran saya untuk bisa maju paling duhulu dan tiba dengan cepat’,
misalnya.
Menurut saya, apa yang menjadi
pola pikir orang banyak seperti itu tidak selalu benar adanya. Menengok* pada pemikiran orang kebanyakan, mungkin prinsip
yang berlaku bisa saja benar, namun apakah itu harus sampai membuat kita tidak
mematuhi peraturan? Ada lelucon sindirian kecil yang mengatakan bahwa peraturan
itu dibuat gunanya memang untuk dilanggar, bukan dipatuhi. Benarkah demikian?
Ya, hal itu lah yang pada akhirnya
menjadi tidak benar. Mengapa? Kita telaah terlebih dahulu. Kadang kala, hal-hal
macam itu bukan semakin mempermudah dan mempercepat seseorang untuk tiba di
tempat tujuan, tapi yang ada malah semakin memperlambat. Mengapa? Karena tidak
patuhnya seseorang pada aturan yang berlaku akan berakibat pada hal yang
negatif, seperti semakin memperunyam kondisi jalanan. Itu berarti yang terjadi adalah
jalanan semakin macet. Jika anda kurang mengerti dan tidak percaya dengan apa
yang disampaikan di sini, anda harus mencobanya sendiri dan kemudian anda akan
mengerti.
Hal kedua yang juga penting untuk
dibahas yaitu tidak teraturnya penggunaan jalan bagi para pengendara sepeda
motor lebih khususnya. Contoh konkret yang terjadi yaitu apabila biasanya
jalanan sudah cukup macet dan jalanan menjadi sangat sempit karena banyaknya
kendaraan yang ada, pengendara roda dua dengan seenaknya berlenggok dengan
santai di jalan hak milik pejalan kaki. Trotoar yang sebelumnya berfungsi
sebagai tempat untuk para pejalan kaki dalam sekejap berubah menjadi tempatnya
para pengendara motor yang sudah tidak memiliki tempat di jalanan yang
sebenarnya. Hal tersebut semata-mata hanya untuk bisa cepat sampai di barisan
terdepan. Lagi-lagi alasan utamanya agar bisa sampai tujuan dengan cepat.
Hal ketiga yaitu seringnya
angkutan umum, motor, atau bahkan kadang mobil-mobil tidak berdosa yang
mengambil jalur yang bukan semestinya. Biasanya itu terjadi apabila di jalur
kanan yang seharusnya dipakai arus balik sedang kosong dan jalur yang
semestinya dengan kondisi jalan yang agak padat dan tersendat. Hal itu memicu
para pengendara nakal untuk dengan enaknya mengambil jalur milik arus lain. Beruntung
apabila jalur tersebut benar-benar kosong dan aman sampai titik di mana
kendaraan yang menyerobot bisa masuk
kembali ke jalur yang sebenarnya. Namun yang kadang sering terjadi adalah saat-saat
di mana dalam kondisi kendaraan yang sedang menyerobot bertemu dengan kendaraan
lain dengan arah yang berbeda. Itulah yang akhirnya bisa membuat kemacetan
semakin bertambah parah*.
Kemudian hal selanjutnya yang
kadang membuat saya cukup naik pitam yaitu apabila sedang berada di jalan raya
yang cukup besar, para pengendara baik roda dua maupun roda empat, seperti tidak
mempunyai rasa belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menyebrang. Mereka
seperti lebih menguatamakan kepentingannya sendiri dibanding keselamatan
orang-orang yang menebrang. Memang untuk di Kota Depok sendiri, jembatan
penyebrangan hanya terdapat persis di depan Depok Town Square yang menyambung
ke Margo City. Jadi untuk di sepanjang jalan Margonda lain, orang-orang yang
akan menyebrang mau tidak mau menyebrang langsung di jalan raya besar tersebut.
Cukup menguji nyali, namun hal tersebut
mau tidak mau memang harus dilakukan sebagai satu-satunya cara.
Sebenarnya masih banyak hal-hal
unik namun menyebalkan lain yang terjadi di jalan, namun rasanya kalau dibahas
satu per satu dan secara mendetail tidak akan cukup untuk menjelaskan semuanya
agar orang-orang mengerti bahwa yang dilakukannya adalah hal-hal yang salah dan
juga bisa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Indonesia sekali.
Tulisan ini dibuat bukan untuk
men-judge para pengendara. Bukan juga
karena saya sok paling benar dan tahu. Bukan juga pula untuk menasihati. Pada
kenyatannya, seperti yang telah saya sebutkan tadi, saya pun juga merupakan
seorang pengendara. Tulisan ini dipersembahkan semata-mata hanya sebagai bahan
renungan diri. Sebagai pengingat diri ini yang kadang kala juga sering khilaf
dan hilang akal saat berada di tengah kerasnya jalan. Yang kadang sering kali
melupakan apa yang seharusnya dipatuhi. Yang kadang merelakan segala cara agar bisa*
cepat tiba di tempat yang dituju, tanpa mempertimbangan keselamatan ataupun
peraturan yang berlaku. Ibaratnya jikalau sudah berada di jalan semua adalah
milik bersama. Seorang pengendara bebas melakukan aksinya tanpa ada yang berhak
melarang. Mau itu benar, ataupun salah. Semua halal dilakukan.
Mungkin apa yang saya katakan di
sini terdengar cukup didramatisir. Memang iya. Tapi kenyataannya juga memang
seperti itu. Sadarilah, bahwa kita juga merupakan aktor-aktor penting sebagai
pemakai jalanan. Jika bisa memilih, mau jadi aktor yang berperan seperti apakah
kita? Antagonis kah? Atau protagonis? Semuanya bergantung pada diri kita
sendiri. Ya, kalau saya sih menginginkan untuk menjadi protagonis saja. Saya
rasa semua orang pun juga menginginkan peran yang sama, yaitu sebagai yang
baik. Atau mungkin berpura-pura baik?
Lalu, siapa yang akan menjadi
antagonisnya kalau banyak orang lebih memilih berperan protagonis? Tentu saja
saya rasa tidak harus ada yang menjadi antagonis. Ini bukan sinetron bung! Ini
jalanan. Ini negara. Ini dunia yang harus kita jadikan nyaman di dalamnya. Yang
harus dijadikan aman di dalamnya. Yang tanpa harus ada yang berseteru untuk
menjadikannya cukup seru. Ini dunia nyata, bukan film-film bioskop yang
ceritanya harus penuh dengan konflik agar bisa meraup banyak penonton.
Ya, terkadang apa yang kita ingin
memang tak selamanya semudah itu untuk menjadi nyata. Tapi ini bukan merupakan
hal yang juga mustahil terjadi. Dibutuhkan agen-agen perubahan kecil yang tidak
perlu langsung untuk skala yang besar namun sedikit banyak dapat membantu.
Akankah engkau bersedia untuk
terlibat di dalamnya, wahai pemuda?
(Diana Nur Amalina, 20 tahun, Universitas Gunadarma)
*contoh penggunaan diksi pada karangan di atas.
(Diana Nur Amalina, 20 tahun, Universitas Gunadarma)
*contoh penggunaan diksi pada karangan di atas.
menyala = denotasi
melirik = konotasi
sedikit banyak = sinonim – antonim
melihat = umum
menengok = khusus
parah = abstrak
2 – 3 jam = konkret
bisa = homonim
No comments:
Post a Comment